Senin, 30 Mei 2011

Bagaimana Otak Memonitor Waktu

Pertanyaan yang kadang muncul di pagi hari ketika baru bangun tidur adalah: “Tadi malam ngapain aja ya?”. Di waktu lainnya mungkin bertanya: “Sebenarnya ngapain aja aku setahun belakangan ini?” atau bahkan “Jangan-jangan sepuluh tahun sudah lewat, ‘kali?”
Waktu seolah-olah berjalan lambat tak kunjung berlalu, tetapi di saat lain kita merasa kecolongan. Kita teringat masih menyisakan percakapan yang belum tuntas, hubungan yang masih berantakan, menghentikan kebiasaan merokok, atau tujuan-tujuan lain yang belum tercapai. “Pada saat tertentu saat kita berpikir tentang tujuan hidup dan jika tidak banyak tujuan yang tercapai tiba-tiba kita merasa sepertinya baru kemarin tujuan-tujuan tersebut ditetapkan, tapi waktu telah berlalu.” Kata Gal Zaubermann, profesor pemasaran di Wharton School of Business.
“Sensasi melewatkan waktu sangat berbeda dari waktu ke waktu,” kata Zaubermann, “tergantung pada apa dan bagaimana yang Anda pikirkan.’
Para ilmuwan tidak sepakat tentang bagaimana cara otak memonitor waktu. Salah satu teori menyatakan bahwa otak memiliki sekelompok sel khusus untuk menghitung interval waktu. Teori lain menyatakan bahwa serangkaian proses saraf bertindak sebagai jam interval.
Studi-studi menemukan bahwa jam biologis memiliki pemahaman yang buruk terhadap interval waktu. Waktu seolah-olah berjalan sangat lambat pada sore yang membosankan, tapi waktu juga seolah-seolah  terbang ketika otak sedang asyik dalam pekerjaan yang menantang.
Dan peristiwa emosional seperti putus hubungan, promosi jabatan, dan lainnya cenderung dianggap sebagai peristiwa yang baru saja terjadi, padahal itu terjadi berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun yang lalu.
Secara ringkas, beberapa psikolog mengatakan penemuan tersebut mendukung pengamatan filsuf Martin Heidegger yang mengatakan bahwa “waktu hanya merupakan konsekuensi dari peristiwa yang terjadi di dalamnya.”
Dan belum lama ini para peneliti menemukan bahwa konsep sebaliknya mungkin juga benar . jika sangat sedikit peristiwa yang muncul di pikiran maka persepsi waktu menjadi tidak benar.
Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Psychological Science, Zaubermann memimpin tim peneliti yang menguji ingatan mahasiswa terhadap peristiwa, termasuk pengangkatan Ben Bernanke sebagai ketua The Fed (Federal Reserve) yang terjadi 33 bulan sebelum studi, dan juga keputusan Britney Spears untuk mencukur kepalanya yang terjadi 22 bulan sebelumnya. Rata-rata para mahasiswa merasa peristiwa terjadi pada waktu tiga bulan lebih cepat daripada yang sebenarnya.
Penemuan itu tidak mengejutkan. Dalam salah satu eksperimen di masa lalu, seorang  penjelajah Perancis bernama Michel Siffre tinggal di sebuah gua selama dua bulan, terputus dari irama siang dan malam serta jam buatan manusia. Setelah keluar gua dua bulan kemudian dia yakin bahwa ia hanya terisolasi selama 25 hari. Bila bekerja sendiri, otak cenderung mempersingkat waktu.
“Manusia kesulitan memahami perjalanan waktu”, kata Zaubermann, “dan untuk memahaminya kita mengaitkan waktu dengan hal yang kita pahami”, yaitu peristiwa-peristiwa yang salling berkaitan.
Penemuan seperti ini menjelaskan mengapa anak-anak orang lain tampaknya tumbuh jauh lebih cepat daripada anak sendiri, atau istri tetangga lebih cepat kurus daripada istri sendiri. Orangtua mengetahui setiap cegukan, bibir pecah dan langkah pertama anak-anak mereka sendiri, sementara mereka hanya melihat anak sepupu di luar kota sekali setiap beberapa bulan atau tahun, tanpa ingatan yang meresap dan menerobos waktu.
Di sisi lain, penelitian menunjukkan bahwa otak memiliki kontrol yang lebih besar terhadap persepsi waktu yang berlalu dibandingkan yang disadari manusia. Sebagai contoh, banyak orang yang merasa kecolongan karena merasa baru kemarin mereka membuat rencana tahun baru, ternyata satu tahun sudah berlalu. Atau mereka belum mulai menulis novel atau bahkan menjenguk nenek di Bekasi. Justru karena mereka ridak bertindak atas rencana mereka , waktu sepertinya telah terbang pergi.
Sebaliknya, penelitian menunjukkan dengan berfokus pada tujuan atau tantangan yang dicapai sepanjang tahun, baik dianggap sebagai “rencana” maupun tidak, otak berkesempatan untuk mengisi waktu dengan kenangan atau ingatan, dan merasakan waktu.
“Kita merasa waktu telah dipersingkat, tetapi karena kita mengetahui bahwa hal tersebut tidak fleksibel, kita harus bergantung pada keyakinan kita sendiri untuk memahami perbedaan. Dan salah satu dari keyakinan tersebut adalah “waktu berlalu ketika Anda bersenang-senang.” Kata Aaron M. Sackett, seorang psikolog di University of St. Thomas di Minnesota.
Sumber: MediaKawasan, Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan daftar terlebih dahulu untuk memberikan komentar.

Perencanaan Keuangan Anak Usia 23-30 Tahun

Mereka yang berusia 23-30 tahun berada dalam kelompok usia yang penuh gejolak dan emosi. Gejolak dan emosi ini akan lebih berkurang bila pa...